Jakarta – Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritik utang di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membengkak, tetapi pertumbuhan ekonomi stagnan di level 5 persen.
“Kok utang tambah banyak tapi pertumbuhan ekonomi turun. Era SBY (pertumbuhan ekonomi) 6 persen, era Jokowi 5 persen. Di era Jokowi 5 (persen) terus.
Menurut Faisal, kondisi itu terjadi lantaran proses utang yang tidak benar. Hal itu tercermin dari tingginya nilai Incremental Capital Output Ratio atau ICOR saat ini. Indikator ini dipakai untuk mengukur tinggi atau rendahnya biaya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin besar nilainya, maka semakin tak efisien investasi di suatu negara.
Ia mengatakan sejak era Soeharto hingga SBY, ICOR Indonesia berada di level 4 hingga 4,6. Sedangkan di era Jokowi periode pertama mencapai 6,5 dan pada periode kedua di level 7.
“Jadi contohnya untuk membangun 1 kilometer jalan dibutuhkan 50 persen tambahan modal lebih banyak di era Jokowi periode satu, dan lebih tinggi lagi di era Jokowi dua. Jadi selama era Jokowi ekonomi Indonesia melemah kualitasnya,”
Ia pun membandingkan dengan era Orde Baru di mana utang membengkak tetapi pertumbuhan ekonomi juga ikut terkerek. Hal itu katanya karena Presiden Soeharto saat itu mewajibkan seluruh utang digunakan untuk pembangunan.
“Seluruh utang di zaman Orde Baru wajib untuk pembangunan, enggak boleh buat bayar gaji. Oleh karena itu, utang itu namanya penerimaan pembangunan,”
Sementara itu, Jokowi akan mewariskan utang lebih dari Rp8.000 triliun kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam buku APBN KiTa mencatat, per semester I 2024 saja, utang pemerintah sudah mencapai Rp8.444,87 triliun. Jumlah itu setara 39,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Warisan utang Jokowi ke Prabowo lebih besar dibandingkan yang diwariskan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Jokowi. Pada 2014, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.609 triliun.
Gunung utang bernilai lebih dari Rp8.000 triliun yang bakal diwariskan Jokowi ke Prabowo itu bakal mulai terasa di tahun pertama pemerintahan pensiunan jenderal TNI itu.
Prabowo langsung dihadapkan dengan pembayaran utang jatuh tempo Rp800,33 triliun di 2025. Rinciannya, Rp705,5 triliun dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun lainnya berupa pinjaman.
Utang itu belum termasuk bunganya, yang pada 2025 menembus Rp552,85 triliun. Jika ditotal, utang jatuh tempo dan bunga yang harus dibayar Prabowo di tahun pertamanya menjabat sebagai presiden adalah Rp1.353,1 triliun.